ZAKAT FITRAH (Bahas Lengkap, Mudah Dipahami)

Zakat Fitrah adalah zakat yang dikeluarkan pada bulan ramadhan sampai sebelum pelaksanaan shalat idul fitri. Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi mereka yang memenuhi syarat-syarat yang ada (dibahas di bawah).

Dalil Zakat Fitrah

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah:103)

Selain wajib puasa di Bulan Ramadhan, ada kewajiban lain yakni zakat fitrah. Zakat fitrah adalah kadar harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mampu sebab memenuhi bulan Ramadhan dan Syawal.

Fungsi Zakat Fitrah

Di antara fungsi zakat fitrah untuk berbagi kebahagiaan dengan orang yang kurang mampu di hari yang bahagia, zakat fitrah juga dimaksudkan untuk melengkapi dan menyempurnakan pahalanya orang yang mengerjakan ibadah puasa Ramadhan.

Puasa itu selain menahan rasa haus dan lapar, juga menahan anggota tubuh dari perbuatan maksiat. Jika tetap melakukan perbuatan yang dilarang agama, maka hal itu dapat mengurangi nilai ibadah puasa Ramadhan. Namun kekurangan itu, insya Allah bisa ditutupi dengan mengeluarkan zakat fitrah.

Diriwayatkan dalam sebuah hadist:
صَوْمُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يُرْفَعُ إِلَّا بِزَكَاةِ الفِطْرِ.
“Puasa Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, puasa tersebut tidak diangkat kecuali dengan (mengeluarkan) zakat fitrah.”

Kalimat “tidak diangkat” dalam hadist tersebut sebagai kinayah dari sempurna-nya puasa Ramadhan itu bila disertai zakat fitrah. Bukan berarti tanpa zakat fitrah puasa Ramadhan tidak diterima Allah dan tetap menggantung di antara langit dan bumi.
Dalam riwayat lain disebutkan,

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه وسلم زَكَاةَ الفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ

“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan bagi yang berpuasa dari pada sia-sia dan kekotoran mulut, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud)

Lalu, zakat fitrah sebenarnya wajib dikeluarkan oleh siapa, kapan dan berapa takaran/timbangannya?
وَتَجِبُ زَكَاةُ الفِطْرِ بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ الإِسْلَامِ وَبِغُرُوْبِ الشَمْسِ مِنْ آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَوُجُوْدِ الفَضْلِ عَنْ قُوْتِهِ وَقُوْتِ عِيَالِهِ فِيْ ذَلِكَ اليَوْمِ وَيُزَكِّي عَنْ نَفْسِهِ وَعَمَّنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ مِنَ المُسْلِمِيْنَ صَاعًا مِنْ قُوْتِ بَلَدِهِ وَقَدْرُهُ خَمْسَةُ أَرْطَالٍ وَثُلُثٌ بِالْعِرَاقِيِّ.

Syarat Wajib Seseorang untuk Zakat Fitrah

Muhammad bin Qasim Al-Ghazi dalam Fathul Qarib mejelaskan, ada tiga kondisi yang membuat orang wajib membayar zakat:

1. Beragama Islam

Zakat fitrah hanya diwajibkan untuk orang yang beragama Islam. Sudah jelas, ya :)

2. Menjumpai Waktu Wajibnya Zakat

Membayar zakat bisa di awal, pertengahan dan akhir bulan Ramadhan, asalkan sebelum shalat idul Fitri. Paling utama adalah ketika terbit fajar (subuh) tanggal 1 syawal, namun sebelum melaksanakan shalat idul fitri). Orang yang meninggal sebelum masuk 1 Syawal tidak wajib zakat fitrah, begitu pula bayi yang lahir setelah habis bulan Ramadhan. (Secara detail kami bahas di bawah)

3. Adanya Bahan Makanan

Adanya sisa bahan makanan pokok setelah dimakan untuk dirinya dan keluarganya dan wajib mengeluarkan zakat tersebut untuk dirinya sendiri serta keluarga yang dinafkahinya (sama-sama Islam) dengan takaran/timbangan satu sho’ per orang (makanan pokok yang biasa digunakan di tempatnya, misalnya beras, gandum dll).


Waktu Wajib Zakat Fitrah

Seseorang wajib zakat atau dizakati ketika memenuhi kriteria berikut ini (bersasarkan waktu wajib zakat fitrah):
  1. Siapa yang hidup di Ramadhan dan masih ada sampai matahari tenggelam pada malam Idulfitri, lalu ia meninggal dunia setelah itu, maka wajib dikenakan zakat fitrah. Namun, jika ia meninggal dunia sebelum matahari tenggelam, tidak dikenakan wajib zakat fitrah.
  2. Siapa saja yang lahir (bayi) di bulan Ramadhan sebelum tenggelamnya matahari dari hari terakhir Ramadhan dan ia terus hidup hingga matahari tenggelam, maka wajib dikenakan zakat fitrah. Akan tetapi, jika lahir setelah tenggelamnya matahari pada malam Idulfitri, tidak ada kewajiban zakat fitrah.
  3. Orang yang masuk Islam (mualaf) sebelum tenggelamnya matahari di hari terakhir Ramadhan, maka ia wajib zakat, jika masuk Islam setelah tenggelamnya matahari pada malam Idulfitri, maka dia tidak ada kewajiban zakat fitrah.
  4. Orang yang menikah di bulan Ramadhan sampai tenggelam matahari di akhir bulan Ramadhan, maka suami memiliki tanggungan untuk membayar zakat istrinya. Namun jika menikahnya setelah tenggelam matahari, tidak wajib baginya (suami) menanggung zakat fitrah istrinya.

Takaran atau Jumlah Timbangan Zakat Fitrah

Adapun takaran satu sho’ adalah lima rithl lebih sepertiga (5,3 kati) menurut bangsa Irak.Menurut Imam Nawawi, satu sho’ adalah 2719,19 gram, jika dibulatkan sekitar 28 Ons atau 2,8 - 3 Kg.

Dalam Takaran Zakat Fitrah, LBM PBNU mengeluarkan rekomendasi sebagai berikut:
  1. Yang terbaik dalam menunaikan zakat fitrah adalah pembayaran dengan beras. Adapun satu sha’ versi Imam Nawawi adalah bobot seberat 2,7 kg atau 3,5 liter. Sedangkan ulama lain mengatakan, satu sha’ seberat 2,5 kg. 
  2. Masyarakat diperbolehkan pula membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang sesuai harga beras 2,7 kg atau 3,5 liter atau 2,5 kg sesuai kualitas beras layak konsumsi oleh masyarakat setempat.
  3. Segenap panitia zakat yang ada di masyarakat baik di mushalla maupun di masjid dianjurkan untuk berkoordinasi dengan LAZISNU terdekat.

Menanggung Zakat Fitrah Orang Lain

Wajib bagi mukallaf (muslim, baligh, berakal) menunaikan zakat fitrah untuk dirinya masing-masing. Ia juga wajib menunaikan zakat fitrah untuk orang yang ditanggung nafkahnya karena sebab nikah, hubungan kerabat, atau menjadi pembantu (pelayan di rumah). Seseorang dapat menanggung zakat fitrah untuk:
  1. Istrinya, kedua orang tuanya, dan anak-anak yang wajib ia nafkahi (meskipun mereka telah dewasa seperti anak yang kena penyakit kronis atau gila yang tidak punya kemampuan mencari nafkah).
  2. Pembantunya dan pembantu istrinya jika ia membutuhkan atau yang melayani semisalnya secara umum.
Catatan:
  1. Anak yang punya kelapangan nafkah hendaklah menanggung zakat fitrah untuk istri dari ayah (ibu tiri), namun hal itu bukanlah wajib.
  2. Seorang ayah tidaklah wajib menanggung nafkah dan zakat fitrah untuk istri dari anak laki-lakinya (menantunya). Demikian sebagaimana disebutkan dalam Al-Majmu’, 6:69, dinukil dari Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:99 (bagian catatan kaki).
  3. Adapun anak yang sudah dewasa (baligh) dan mampu dalam hal nafkah tidak diwajibkan bagi ayahnya untuk mengeluarkan zakat fitrahnya. Zakat fitrah boleh dibayarkan, asalkan dengan ada izin anak tersebut.
  4. Untuk kerabat boleh dikeluarkan zakat fitrah atas nama mereka asalkan dengan izin mereka.
  5. Dalam hal mengeluarkan zakat fitrah jika akhirnya punya kelebihan makanan yang terbatas, yang menjadi urutan dalam pengeluaran zakat fitrah adalah: (1) dirinya sendiri, (2) istrinya, (3) anaknya yang paling kecil, (4) ayahnya, (5) ibunya, (6) anaknya yang besar yang tidak mampu bekerja.
  6. Jika seseorang hanya mampu menunaikan zakat fitrah untuk dirinya sendiri (untuk satu orang), wajib baginya untuk menanggung dirinya sendiri. Jika dia mementingkan orang lain dalam kondisi ini, zakat fitrahnya tidaklah sah.
  7. Jika istri kaya, sedangkan suami orang yang susah, istri tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya, hanya disunnahkan ia mengeluarkannya, agar selamat dari khilaf (perbedaan pendapat dari para ulama).
Ditulis: I'anatut Tazkiyah (Santri Ma'had Aly - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Referensi:
  • Masykur Khoir. Fiqih Puasa dan Idul Fitri. Kediri: Duta Karya Mandiri.
  • Ahmad bin Husain (Syekh Abi Syuja’). 2016. Taqrib (Matan Fathul Qorib). Lirboyo: Maktabah As-Salam.
  • NU Online
  • Rumaysho
Editor: Fajar Wahid Rifai
Reactions: